Lempeng tumbukan gempa Nepal dan Indonesia sejalur- Grafis: dongenggeologi.com/Rovicky Dwi Putrohari |
Kedahsyatan gempa bumi di Nepal yang dimuat di media dampaknya sangat mengerkan. Lalu apa yang bisa kita jadikan pelajaran di Indonesia ?. Ternyata berdasarkan data yang ada, bagian Selatan Sumatera dan Jawa sering sekali mengalami gempa bumi. Itu artinya, untuk yang tinggal di Sumatera dan Jawa harus lebih waspada terhadap gempa.Nah, ini termasuk wilayah Tasikmalaya dan Priangan pada umumnya.
Seperti yang diilustrasikan dalam Dongeng Geologi berikut. Tumbukan yg ada di Nepal Himalaya memang bisa saja merupakan satu kesatuan yg saling mempengaruhi. Ibarat sebuah iring-iringan mobil yang panjang maka satu mobil di rem maka yang lainnya akan ngerem. Tetapi karena mobil iring-iringan ini panjang maka belum tentu yg bersekatan akan secara urut mengerem. Sehingga kita tidak akan tahu segmen mana atau bagian mana yg nantinya alan bergerak menyebabkan gempa.
Foto: dongenggeologi.com/Rovicky Dwi Putrohari |
Yang perlu kita perhatikan bahwa gempa di Selatan Sumatera-Jawa gempanya di laut. Sedangkan gempa di Nepal adalah gempa didarat yg goyangannya akan sangat merusak seperti gempa Jogja.
Selain itu juga, di Detik, dibahas juga tentang diperlukannya kewaspadaan kita terhadap kemungkinan gempa besar di Indonesia. Berikut ini kutipannya.
Gempa Nepal sebesar 7,9 Skala Richter (SR) pada Sabtu (25/4) lalu bisa jadi dipicu oleh lempeng tektonik yang berada di Indonesia. Sebaliknya, gempa Nepal bisa memicu gempa di Indonesia. Prakiraan gempa besar megathrust perlu diwaspadai di 2 lokasi di Indonesia ini.
"Zona tumbukan (lempeng tektonik) yang ada di Nepal itu menerus hingga zona subduksi (tumbukan) di selatan barat Sumatera hingga selatan Jawa. Jalur tumbukannya itu menyatu. Jadi kalau di sana kena (gempa), di sini (Indonesia) suatu saat bisa terjadi," jelas mantan Presiden Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari, saat berbincang dengan detikcom, Senin (4/5/2015).
Gempa Nepal terjadi di zona subduksi atau tumbukan lempeng tektonik Indo-Australia dan lempeng tektonik Eurasia. Zona tumbukan inilah yang sejalur sampai ke barat atau selatan Sumatera hingga selatan Jawa di Indonesia.
"Malah, kemungkinan di Nepal dipicu gempa di Sumatera yang dulu. Di selatan Sumatera bergerak dulu, bisa jadi yang memicu gempa di Nepal. Ini masih dugaan karena biasanya beberapa tahun berikutnya baru diketahui. Satu gempa bisa saling memicu atau terpicu dengan gempa lain," jelas lulusan S1 jurusan Geologi Fakultas Teknik UGM dan S2 jurusan Geofisika MIPA UI ini.
Rovicky mencontohkan seperti gempa di Aceh. Beberapa waktu kemudian, timbul gempa di Nias dan disusul gempa di Padang.
"Saat itu gempa Aceh memicu gempa ke sebelah selatan. Jadi rentetannya begitu. Dan ke sebelah utara belum, jadi diduga pelepasan ke utaranya ya ke Nepal itu," imbuhnya.
Waspada di 2 Titik Ini
Yang perlu dikhawatirkan, menurut Rovicky, adalah wilayah seismic gap atau kawasan sepi gempa di sebelah barat lepas pantai Pangandaran dan sebelah barat lepas pantai Sumatera.
Di sebelah barat lepas pantai Pangandaran, imbuhnya, selama ini ada seismic gap atau wilayah yang sepi gempa yang perlu diwaspadai pelepasan energinya bisa berpotensi mencapai di atas 8 SR. Apa yang dinamakan megathrust, imbuhnya, adalah di wilayah sepi gempa itu.
"Di selatan Sunda di situ, zona subduksi belum bergerak. Suatu saat pasti akan bergerak. Kalau lihat potensi gempanya sih di atas 8. Tetapi bisa juga dilepaskan skala 6 (SR) 10 kali, juga bisa. Ini dikhawatirkan tidak terjadi di laut, melainkan di darat terpicu juga," papar Dewan Penasihat IAGI ini.
Satu lagi titik yang perlu diwaspadai adalah di lepas pantai barat Sumatera. Sebelumnya, para geolog dan pakar gempa memprediksi akan terjadi gempa besar di wilayah Siberut, Mentawai.
"Di Sumatera di sebelah barat kota Padang. Waspada untuk tsunami, ada daerah belum bergerak, sepi dari gempa, selama ini dikhawatirkan menumpuk kekuatannya hingga suatu saat terlepas semua kekuatannya. Itu juga berpotensi di atas 8 (SR)," imbuhnya.
Namun, ilmu kegempaan hingga kini hanya bisa memperkirakan wilayah terjadinya gempa, bukan waktunya. Sehingga kapan gempa itu akan muncul, tidak bisa diketahui.
"Bisa diketahui akan gempa di daerah sekitar itu, namun kapan terjadinya nggak bisa. Namun yang jelas di Nepal itu periodesasi gempa lebih lama, 75-80 tahun sekali. Sedangkan di selatan Jawa lebih sering, seperti yang saya gambarkan itu," jelas dia.
Namun, prediksi terjadinya gempa di wilayah ini bukan untuk menakuti, melainkan untuk membuat lebih waspada. Warga di kawasan selatan Jawa dan pantai barat Sumatera yang dikhawatirkan terjadi gempa harus lebih ekstra diberikan pendidikan pencegahan (mitigasi bencana) atau berlatih menghadapi gempa yang bisa datang sewaktu-waktu. Gempa dengan pusat gempa di laut bisa menimbulkan kerusakan akibat tsunami, apalagi bila kedalaman pusat gempa dangkal. Sedangkan gempa di darat menimbulkan kerusakan dari goyangan gempa itu sendiri.
"Harus lebih waspada ketimbang di Nepal," jelas pemilik blog dongenggeologi.com ini.
Gempa Nepal sebesar 7,9 Skala Richter (SR) pada Sabtu (25/4) lalu bisa jadi dipicu oleh lempeng tektonik yang berada di Indonesia. Sebaliknya, gempa Nepal bisa memicu gempa di Indonesia. Prakiraan gempa besar megathrust perlu diwaspadai di 2 lokasi di Indonesia ini.
"Zona tumbukan (lempeng tektonik) yang ada di Nepal itu menerus hingga zona subduksi (tumbukan) di selatan barat Sumatera hingga selatan Jawa. Jalur tumbukannya itu menyatu. Jadi kalau di sana kena (gempa), di sini (Indonesia) suatu saat bisa terjadi," jelas mantan Presiden Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari, saat berbincang dengan detikcom, Senin (4/5/2015).
Gempa Nepal terjadi di zona subduksi atau tumbukan lempeng tektonik Indo-Australia dan lempeng tektonik Eurasia. Zona tumbukan inilah yang sejalur sampai ke barat atau selatan Sumatera hingga selatan Jawa di Indonesia.
"Malah, kemungkinan di Nepal dipicu gempa di Sumatera yang dulu. Di selatan Sumatera bergerak dulu, bisa jadi yang memicu gempa di Nepal. Ini masih dugaan karena biasanya beberapa tahun berikutnya baru diketahui. Satu gempa bisa saling memicu atau terpicu dengan gempa lain," jelas lulusan S1 jurusan Geologi Fakultas Teknik UGM dan S2 jurusan Geofisika MIPA UI ini.
Rovicky mencontohkan seperti gempa di Aceh. Beberapa waktu kemudian, timbul gempa di Nias dan disusul gempa di Padang.
"Saat itu gempa Aceh memicu gempa ke sebelah selatan. Jadi rentetannya begitu. Dan ke sebelah utara belum, jadi diduga pelepasan ke utaranya ya ke Nepal itu," imbuhnya.
Waspada di 2 Titik Ini
Yang perlu dikhawatirkan, menurut Rovicky, adalah wilayah seismic gap atau kawasan sepi gempa di sebelah barat lepas pantai Pangandaran dan sebelah barat lepas pantai Sumatera.
Di sebelah barat lepas pantai Pangandaran, imbuhnya, selama ini ada seismic gap atau wilayah yang sepi gempa yang perlu diwaspadai pelepasan energinya bisa berpotensi mencapai di atas 8 SR. Apa yang dinamakan megathrust, imbuhnya, adalah di wilayah sepi gempa itu.
Wilayah "Seismic Gap" yang sepi gempa dinilai berpotensi menjadi lokasi timbulnya gempa besar di masa datang - Grafis: dongenggeologi.com/Rovicky Dwi Putrohari |
"Di selatan Sunda di situ, zona subduksi belum bergerak. Suatu saat pasti akan bergerak. Kalau lihat potensi gempanya sih di atas 8. Tetapi bisa juga dilepaskan skala 6 (SR) 10 kali, juga bisa. Ini dikhawatirkan tidak terjadi di laut, melainkan di darat terpicu juga," papar Dewan Penasihat IAGI ini.
Satu lagi titik yang perlu diwaspadai adalah di lepas pantai barat Sumatera. Sebelumnya, para geolog dan pakar gempa memprediksi akan terjadi gempa besar di wilayah Siberut, Mentawai.
"Di Sumatera di sebelah barat kota Padang. Waspada untuk tsunami, ada daerah belum bergerak, sepi dari gempa, selama ini dikhawatirkan menumpuk kekuatannya hingga suatu saat terlepas semua kekuatannya. Itu juga berpotensi di atas 8 (SR)," imbuhnya.
Namun, ilmu kegempaan hingga kini hanya bisa memperkirakan wilayah terjadinya gempa, bukan waktunya. Sehingga kapan gempa itu akan muncul, tidak bisa diketahui.
"Bisa diketahui akan gempa di daerah sekitar itu, namun kapan terjadinya nggak bisa. Namun yang jelas di Nepal itu periodesasi gempa lebih lama, 75-80 tahun sekali. Sedangkan di selatan Jawa lebih sering, seperti yang saya gambarkan itu," jelas dia.
Namun, prediksi terjadinya gempa di wilayah ini bukan untuk menakuti, melainkan untuk membuat lebih waspada. Warga di kawasan selatan Jawa dan pantai barat Sumatera yang dikhawatirkan terjadi gempa harus lebih ekstra diberikan pendidikan pencegahan (mitigasi bencana) atau berlatih menghadapi gempa yang bisa datang sewaktu-waktu. Gempa dengan pusat gempa di laut bisa menimbulkan kerusakan akibat tsunami, apalagi bila kedalaman pusat gempa dangkal. Sedangkan gempa di darat menimbulkan kerusakan dari goyangan gempa itu sendiri.
"Harus lebih waspada ketimbang di Nepal," jelas pemilik blog dongenggeologi.com ini.
No comments:
Post a Comment